Disadur dari buku : Bisnis dan Manajemen Vol.1, tulisan karya Mortimer R. Feinberg dan Aaron Levenstein, terbtan Mitra Utama.
Baru-baru ini, seorang wakil direktur pemasaran dari sebuah perusahaan internasional mendapat perintah agar menunda liburannya bersama istrinya ke Bermuda – liburan yang telah lama tertunda-tunda. Menjelang keberangkatannya itu, ia mendapat telepon dari direkturnya yang mengatakan bahwa presiden komisaris perusahaan mereka, yang berkedudukan di Eropa akan mendarat dengan Concorde pada jam 10:00 pagi, lalu akan pulang lagi pada jam 16:00.
”Ia ingin mendengarkan prensentasi kita mengenai program pemasaran,” kata sang direktur, ”dan hanya kaulah yang bisa melakukan hal itu.” Wakil direktur itu keberatan. Ia mengemukakan bahwa asistennya juga bisa melakukan tugas tersebut dengan sama baiknya. ”Yang kau inginkan sebenarnya karir atau file cabinet?” tanya direkturnya. Rupanya ia tak mempan terhadap ancaman bahwa bisa-bisa jabatannya akan tergeser menjadi seorang pegawai administrasi belaka. Karena itu diputuskannya untuk tetap berangkat ke Bermuda. Ketika kembali dari liburan, sadarlah ia bahwa asistennya telah mulai menarik perhatian presiden komisaris.
Kisah seperti di atas tentu sudah sering kita dengar – kisah ketegangan antara tuntutan pekerjaan dan kesetiaan terhadap keluarga. The Wall Street Journal dan Gallup Organization melaporkan sebuah hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar eksekutif yang mereka teliti percaya bahwa keberhasilan di dalam pekerjaan menuntut ”pengorbanan pribadi dan keluarga.” Data menunjukkan bahwa ”para eksekutif puncak umumnya bekerja 60 sampai 70 jam seminggu, mengadakan perjalanan 10 hari dalam sebulan, dan sering harus mengorbankan akhir pekan mereka.”
Hal ini bukan saja merupakan produk budaya Amerika, tetapi ini adalah karakteristik dari semua masyarakat industri. Ini adalah kulminasi dari proses yang dimulai sejak Revolusi Industri menarik para ayah keluar dari lingkungan rumah dan membiarkan urusan membesarkan, mendisiplinkan dan mengurus anak di tangan para ibu. Dan kini banyak pula para wanita yang mengejar tuntutan karir. Begitulah, pria maupun wanita terpaksa mengorbankan keluarganya jika karirnya ingin menanjak dalam organisasi.
Tapi kendatipun demikian, disamping banyak contoh ekstrim dan dramatis seperti di atas, masih cukup banyak pula eksekutif yang berhasil mengembangkan suatu cara untuk memuaskan hidup keluarga dalam kerangka mengejar keberhasilan karir. Hal ini mereka lakukan terutama berdasarkan kesadaran, bahwa kehidupan ini tidaklah selalu menuntut pemecahan yang besar dan dramatis terhadap suatu persoalan. Bahwa sesuatu hasil acapkali tergantung pada tindakan untuk melakukan berbagai hal kecil secara konsisten. Inilah beberapa praktek yang telah menjadi kebiasaan mereka :
Mereka tidak bersembunyi di balik alibi. Mereka selalu berterus terang dengan anggota keluarganya dan selalu berdiskusi bila timbul konflik antara tuntutan keluarga dan pekerjaan.
Mereka selalu merencanakan suatu waktu yang khusus untuk keluarga. Waktu khusus ini bisa saja berupa suatu interfal yang pendek, seperti akhir pekan atau suatu periode yang relatif lama seperti liburan. Pada saat khusus seperti ini mereka tidak mau diganggu oleh pekerjaan, kecuali tentu oleh hal-hal yang membutuhkan penanganan darurat.
Seandainya pun mereka bekerja di rumah, mereka selalu berusaha menghentikan pekerjaannya sesewaktu, untuk memperbaharui kontak dengan istri dan anak-anak. Mereka ingat akan saran Eleanor Roosevelt terhadap seorang temannya yang berdinas di angkatan bersenjata, ”Bila kau pulang di rumah dan masih terikat oleh pekerjaan kantor, maka usahakanlah untuk sesewaktu berhenti bekerja agar istrimu merasa bahwa dialah memang yang terutama dalam hidupmu, dan bahwa dirinya bahkan lebih penting dari keselamatan dunia ini. Kadang-kadang dalam perjalanan hidupnya wanita ingin menjadi yang utama di hadapan seseorang.” Nyonya Roosevelt tentu mempunyai cukup pengalaman dalam hal ini.
Mereka menaruh perhatian pada peristiwa-peristiwa kecil tapi seremonial di tengah keluarga. Mereka ingat akan hari-hari ulang tahun anggota keluarganya, mereka ingat untuk membawa kembang ke rumah, meluangkan waktu bercakap-cakap di meja makan dan mengajak keluarga untuk makan di restoran pada hari-hari khusus. Dan karena melakukan aktivitas seperti ini jugalah di kantor maka sang suami berhasil menjadi pimpinan.
Bila mengadakan perjalanan bisnis, mereka selalu berusaha sesering mungkin bertelepon ke rumah. Dan percakapan-percakapan telepon seperti ini lebih dari sekedar basa-basi. Mereka membicarakan masalah-masalah keluarga yang pokok-pokok sehingga sang istri berkesempatan untuk menumpahkan sebagian beban dari pundaknya, dan sekaligus menunjukkan perhatiannya terhadap semua anggota keluarganya.
Mereka mau membagi sebagian dari kehidupan kantornya dengan keluarga. Tentu saja, mereka bukan bermaksud untuk mengenang-ngenang peristiwa di kantor. Tapi mereka beranggapan bahwa istri dan anak-anaknya cukup bijaksana, cukup pintar, cukup tertarik dan ingin juga memperoleh gambaran umum tentang berbagai hal yang terjadi pada suami atau ayah mereka.
Mereka selalu memakai waktu di tengah keluarga untuk suatu kegiatan yang jelas dan berarti. Sebagaimana halnya mereka tahu akan nilai dari waktu kerjanya di kantor, maka mereka juga selalu berusaha untuk memanfaatkan waktunya di rumah dengan sebaik mungkin. Mereka selalu memasang mata dan telinga terhadap kebutuhan istri dan anak-anaknya, sama seperti mereka selalu memasang mata dan telinga terhadap kebutuhan langganannya. Dengan kata lain, sarana yang paling mendasar yang harus dipergunakannya di rumah maupun di kantor adalah ketrampilan eksekutifnya. Ketrampilan ini menyiratkan dua hal, yaitu kemampuan berkomunikasi dan kemampuan mendelegasikan.
Kemampuan berkomunikasi menuntut adanya usaha untuk memelihara kontak. Dan di sini yang penting tidaklah selalu frekuensi dari kontak itu, tetapi berapa dalam hubungan itu dilakukan pada saat kontak terjadi. Ketrampilan yang kedua, kemampuan mendelegasikan didasarkan atas pemahaman si eksekutif itu sendiri tentang apa saja yang bisa didelegasikan dan apa-apa saja yang tidak bisa didelegasikan.
Jika seorang eksekutif berpendapat bahwa tanggung jawab terhadap keluarga adalah suatu tugas yang harus dilakukannya sendiri, maka rumah berarti juga adalah tempat untuk melakukan secara terencana semua kegiatan yang tak bisa didelegasikan itu. Dan sebagaimana halnya dengan tugas-tugas kantor yang tak dapat didelegasikan, maka di rumah juga berlaku perinsip yang sama. Jika terjadi konflik kepentingan, sehingga pada tertentu ada tugas yang harus ditangguhkan, maka si eksekutif harus membayar atau menyelesaikan kembali tugas itu dalam waktu sesegera mungkin.
Bila para pimpinan puncak mau lebih memperjelas kebijaksanannya, serta menegaskan apa-apa yang dituntutnya dari bawahannya maka akan besar sekali manfaat yang kita peroleh. Tapi yang perlu kita sadari adalah bahwa dari seorang bawahan kita tidak bisa menuntut suatu kesetiaan tanpa cela bagi keluarga sekaligus dedikasi mutlak bagi perusahaan. Jauh-jauh hari, para pimpinan puncak hendaklah sudah mempunyai kriteria yang jelas terhadap mereka yang masih mengejar promosi dan mereka yang telah duduk di puncak.
Tapi tanggung jawab yang paling dasar terletak pada masing-masing pribadi – ialah yang harus merumuskan nilai-nilai yang dianutnya. Dewasa ini ia dikelilingi oleh media masa yang di satu pihak selalu mencela praktek-praktek bisnisnya dan yang di lain pihak memuji-muji hikmah profesionalismenya. Ia juga dikelilingi oleh berbagai model eksekutif yang digambarkan oleh film-film serial TV dan majalah wanita. Dan di tengah-tengah semua ini ia dituntut untuk membuat pilihan. Dan pilihan yang dilakukan itu berkisar atas jawabannya terhadap pertanyaan berikut ini :
Siapkah ia untuk menjalani hidup dalam ketegangan, sebagai akibat dari pilihannya untuk berjuang menjadi orang nomor satu di dalam organisasi sekaligus menjadi ayah yang dicintai keluarga?
Jika ia memutuskan untuk mengucapkan janji setia sebagai ”rahib-rahib industri”, bisakah ia tahan dengan penilaian bahwa keluarga dan masyarakat sekitarnya akan ikut berkorban. Dan dapatkah ia memperoleh kepuasan dengan menyadari bahwa aktivitas bisnisnya secara keseluruhan adalah suatu pelayanan / servis terhadap negara dan terutama juga terhadap keluarganya?
”Ia ingin mendengarkan prensentasi kita mengenai program pemasaran,” kata sang direktur, ”dan hanya kaulah yang bisa melakukan hal itu.” Wakil direktur itu keberatan. Ia mengemukakan bahwa asistennya juga bisa melakukan tugas tersebut dengan sama baiknya. ”Yang kau inginkan sebenarnya karir atau file cabinet?” tanya direkturnya. Rupanya ia tak mempan terhadap ancaman bahwa bisa-bisa jabatannya akan tergeser menjadi seorang pegawai administrasi belaka. Karena itu diputuskannya untuk tetap berangkat ke Bermuda. Ketika kembali dari liburan, sadarlah ia bahwa asistennya telah mulai menarik perhatian presiden komisaris.
Kisah seperti di atas tentu sudah sering kita dengar – kisah ketegangan antara tuntutan pekerjaan dan kesetiaan terhadap keluarga. The Wall Street Journal dan Gallup Organization melaporkan sebuah hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar eksekutif yang mereka teliti percaya bahwa keberhasilan di dalam pekerjaan menuntut ”pengorbanan pribadi dan keluarga.” Data menunjukkan bahwa ”para eksekutif puncak umumnya bekerja 60 sampai 70 jam seminggu, mengadakan perjalanan 10 hari dalam sebulan, dan sering harus mengorbankan akhir pekan mereka.”
Hal ini bukan saja merupakan produk budaya Amerika, tetapi ini adalah karakteristik dari semua masyarakat industri. Ini adalah kulminasi dari proses yang dimulai sejak Revolusi Industri menarik para ayah keluar dari lingkungan rumah dan membiarkan urusan membesarkan, mendisiplinkan dan mengurus anak di tangan para ibu. Dan kini banyak pula para wanita yang mengejar tuntutan karir. Begitulah, pria maupun wanita terpaksa mengorbankan keluarganya jika karirnya ingin menanjak dalam organisasi.
Tapi kendatipun demikian, disamping banyak contoh ekstrim dan dramatis seperti di atas, masih cukup banyak pula eksekutif yang berhasil mengembangkan suatu cara untuk memuaskan hidup keluarga dalam kerangka mengejar keberhasilan karir. Hal ini mereka lakukan terutama berdasarkan kesadaran, bahwa kehidupan ini tidaklah selalu menuntut pemecahan yang besar dan dramatis terhadap suatu persoalan. Bahwa sesuatu hasil acapkali tergantung pada tindakan untuk melakukan berbagai hal kecil secara konsisten. Inilah beberapa praktek yang telah menjadi kebiasaan mereka :
Mereka tidak bersembunyi di balik alibi. Mereka selalu berterus terang dengan anggota keluarganya dan selalu berdiskusi bila timbul konflik antara tuntutan keluarga dan pekerjaan.
Mereka selalu merencanakan suatu waktu yang khusus untuk keluarga. Waktu khusus ini bisa saja berupa suatu interfal yang pendek, seperti akhir pekan atau suatu periode yang relatif lama seperti liburan. Pada saat khusus seperti ini mereka tidak mau diganggu oleh pekerjaan, kecuali tentu oleh hal-hal yang membutuhkan penanganan darurat.
Seandainya pun mereka bekerja di rumah, mereka selalu berusaha menghentikan pekerjaannya sesewaktu, untuk memperbaharui kontak dengan istri dan anak-anak. Mereka ingat akan saran Eleanor Roosevelt terhadap seorang temannya yang berdinas di angkatan bersenjata, ”Bila kau pulang di rumah dan masih terikat oleh pekerjaan kantor, maka usahakanlah untuk sesewaktu berhenti bekerja agar istrimu merasa bahwa dialah memang yang terutama dalam hidupmu, dan bahwa dirinya bahkan lebih penting dari keselamatan dunia ini. Kadang-kadang dalam perjalanan hidupnya wanita ingin menjadi yang utama di hadapan seseorang.” Nyonya Roosevelt tentu mempunyai cukup pengalaman dalam hal ini.
Mereka menaruh perhatian pada peristiwa-peristiwa kecil tapi seremonial di tengah keluarga. Mereka ingat akan hari-hari ulang tahun anggota keluarganya, mereka ingat untuk membawa kembang ke rumah, meluangkan waktu bercakap-cakap di meja makan dan mengajak keluarga untuk makan di restoran pada hari-hari khusus. Dan karena melakukan aktivitas seperti ini jugalah di kantor maka sang suami berhasil menjadi pimpinan.
Bila mengadakan perjalanan bisnis, mereka selalu berusaha sesering mungkin bertelepon ke rumah. Dan percakapan-percakapan telepon seperti ini lebih dari sekedar basa-basi. Mereka membicarakan masalah-masalah keluarga yang pokok-pokok sehingga sang istri berkesempatan untuk menumpahkan sebagian beban dari pundaknya, dan sekaligus menunjukkan perhatiannya terhadap semua anggota keluarganya.
Mereka mau membagi sebagian dari kehidupan kantornya dengan keluarga. Tentu saja, mereka bukan bermaksud untuk mengenang-ngenang peristiwa di kantor. Tapi mereka beranggapan bahwa istri dan anak-anaknya cukup bijaksana, cukup pintar, cukup tertarik dan ingin juga memperoleh gambaran umum tentang berbagai hal yang terjadi pada suami atau ayah mereka.
Mereka selalu memakai waktu di tengah keluarga untuk suatu kegiatan yang jelas dan berarti. Sebagaimana halnya mereka tahu akan nilai dari waktu kerjanya di kantor, maka mereka juga selalu berusaha untuk memanfaatkan waktunya di rumah dengan sebaik mungkin. Mereka selalu memasang mata dan telinga terhadap kebutuhan istri dan anak-anaknya, sama seperti mereka selalu memasang mata dan telinga terhadap kebutuhan langganannya. Dengan kata lain, sarana yang paling mendasar yang harus dipergunakannya di rumah maupun di kantor adalah ketrampilan eksekutifnya. Ketrampilan ini menyiratkan dua hal, yaitu kemampuan berkomunikasi dan kemampuan mendelegasikan.
Kemampuan berkomunikasi menuntut adanya usaha untuk memelihara kontak. Dan di sini yang penting tidaklah selalu frekuensi dari kontak itu, tetapi berapa dalam hubungan itu dilakukan pada saat kontak terjadi. Ketrampilan yang kedua, kemampuan mendelegasikan didasarkan atas pemahaman si eksekutif itu sendiri tentang apa saja yang bisa didelegasikan dan apa-apa saja yang tidak bisa didelegasikan.
Jika seorang eksekutif berpendapat bahwa tanggung jawab terhadap keluarga adalah suatu tugas yang harus dilakukannya sendiri, maka rumah berarti juga adalah tempat untuk melakukan secara terencana semua kegiatan yang tak bisa didelegasikan itu. Dan sebagaimana halnya dengan tugas-tugas kantor yang tak dapat didelegasikan, maka di rumah juga berlaku perinsip yang sama. Jika terjadi konflik kepentingan, sehingga pada tertentu ada tugas yang harus ditangguhkan, maka si eksekutif harus membayar atau menyelesaikan kembali tugas itu dalam waktu sesegera mungkin.
Bila para pimpinan puncak mau lebih memperjelas kebijaksanannya, serta menegaskan apa-apa yang dituntutnya dari bawahannya maka akan besar sekali manfaat yang kita peroleh. Tapi yang perlu kita sadari adalah bahwa dari seorang bawahan kita tidak bisa menuntut suatu kesetiaan tanpa cela bagi keluarga sekaligus dedikasi mutlak bagi perusahaan. Jauh-jauh hari, para pimpinan puncak hendaklah sudah mempunyai kriteria yang jelas terhadap mereka yang masih mengejar promosi dan mereka yang telah duduk di puncak.
Tapi tanggung jawab yang paling dasar terletak pada masing-masing pribadi – ialah yang harus merumuskan nilai-nilai yang dianutnya. Dewasa ini ia dikelilingi oleh media masa yang di satu pihak selalu mencela praktek-praktek bisnisnya dan yang di lain pihak memuji-muji hikmah profesionalismenya. Ia juga dikelilingi oleh berbagai model eksekutif yang digambarkan oleh film-film serial TV dan majalah wanita. Dan di tengah-tengah semua ini ia dituntut untuk membuat pilihan. Dan pilihan yang dilakukan itu berkisar atas jawabannya terhadap pertanyaan berikut ini :
Siapkah ia untuk menjalani hidup dalam ketegangan, sebagai akibat dari pilihannya untuk berjuang menjadi orang nomor satu di dalam organisasi sekaligus menjadi ayah yang dicintai keluarga?
Jika ia memutuskan untuk mengucapkan janji setia sebagai ”rahib-rahib industri”, bisakah ia tahan dengan penilaian bahwa keluarga dan masyarakat sekitarnya akan ikut berkorban. Dan dapatkah ia memperoleh kepuasan dengan menyadari bahwa aktivitas bisnisnya secara keseluruhan adalah suatu pelayanan / servis terhadap negara dan terutama juga terhadap keluarganya?
1 comment:
salam kenal ya ..pengen sharing nih..klo perusahaan anda sbutuh untuk kegiatan team building..saya bisa membantu..ato ada contac person yang dapat saya hubungi untuk itu..thanks ya..
Post a Comment